
Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, menawarkan solusi alternatif untuk pemanfaatan energi. Alih-alih bergantung pada sumber daya fosil dari perut Bumi, daerah ini melirik potensi energi di balik tumpukan kotoran sapi.
Kotoran sapi, yang selama ini sering dianggap sebagai limbah menjijikkan, telah disulap menjadi sumber energi alternatif yang menjanjikan.
Gerakan transisi ini dimulai dengan menerapkan teknologi tepat guna pada salah satu peternakan di Kuningan bernama Koperasi Serba Usaha (KSU) Nugraha Jaya.
Membentang di lahan seluas 1 hektare, koperasi ini memiliki 750 anggota, serta memelihara 50 sapi yang dirawat dengan telaten.
Bisa dibilang koperasi ini bukanlah peternakan biasa. Sebab, kelompok ini memiliki fasilitas cukup lengkap, mulai dari kandang sapi hingga pabrik pengolahan pakan.
Koperasi itu mampu menghasilkan 21.500 liter susu setiap harinya. Sebelum pandemi COVID-19, jumlah produksinya bahkan mencapai 35.000 liter per hari.
Seperti disebutkan di awal, yang membuat koperasi tersebut istimewa bukan hanya volume produksi susunya, melainkan inovasi dalam pemanfaatan energi.
“Biogas ini dimanfaatkan untuk kebutuhan energi sehari-hari, menjadikan peternakan kami lebih produktif sekaligus berkelanjutan,” kata penyuluh koperasi itu, Jhon Nais, kepada ANTARA.
Di peternakan tersebut telah terpasang instalasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS)-biogas, sebuah terobosan yang menempatkan KSU Nugraha Jaya sebagai pelopor dalam penerapan prinsip zero waste di Kabupaten Kuningan.
Para peternak di sini memanfaatkan biogas, dari kotoran sapi yang diolah menjadi energi terbarukan.
Kehadiran PLTS-biogas ini juga menarik perhatian berbagai kalangan. Salah satunya Penjabat (Pj.) Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Machmudin yang menyempatkan waktu untuk bertandang ke Kuningan pada Juli lalu.
Bey menyebut inovasi ini sebagai langkah besar menuju masa depan yang lebih hijau. Sebab dengan pengaplikasian PLTS-biogas, para peternak bisa merasakan sejumlah manfaat.
Misalnya, pencemaran sungai akibat limbah kotoran sapi berkurang menjadi 657 ton per tahun, dan emisi gas rumah kaca turun hingga 848,65 ton CO2 equivalent per tahun.
Peternak juga bisa merasakan penghematan biaya yang signifikan, dengan nilai mencapai Rp94,5 juta per tahun dari penggunaan PLTS dan Rp17,7 juta per tahun dari pemanfaatan biogas sebagai pengganti LPG.
Di tengah krisis iklim yang mengancam, koperasi itu menunjukkan bahwa solusi lokal dapat memberikan dampak global, terutama dalam pemanfaatan energi terbarukan.
Meskipun bukan yang pertama, kelompok ini menjadi pelopor dalam pemanfaatan biogas sebagai sumber energi terbarukan di Kuningan.
PLTS-biogas di Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, ini merupakan karya cemerlang dari para peneliti Institut Teknologi Bandung (ITB), yang kemudian dipercayakan kepada koperasi tersebut untuk dikelola.
Keberadaan fasilitas ini merupakan bagian dari komitmen Jawa Barat untuk memanfaatkan sumber energi dari feses sapi, sekaligus memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitar.
Proyek inovatif ini dimulai pada 2017, ketika Pemerintah Provinsi Jawa Barat membuka peluang bagi perguruan tinggi untuk berkontribusi dalam pembangunan daerah di bidang energi.